Selasa, 29 Maret 2011
Cinta Tulus Seorang Anak Kecil
Suatu pagi yang sunyi, di suatu desa kecil di Korea, ada sebuah bangunan kayu mungil yang atapnya ditutupi oleh seng-seng. Itu adalah rumah yatim piatu dimana banyak anak tinggal akibat orang tua mereka meninggal dalam perang.
Tiba-tiba kesunyian pagi itu dipecahkan oleh bunyi mortir yang jatuh diatas rumah yatim piatu itu. Atapnya hancur oleh ledakan, dan kepingan-kepingan seng mental keseluruh ruangan sehingga membuat banyak anak yatim piatu terluka. Ada seorang gadis kecil terluka dibagian kaki oleh kepingan tersebut, dan kakinya hampir putus. Ia terbaring diatas puing-puing ketika ditemukan. Pertolongan pertama segera dilakukan kepada anak-anak yatim piatu itu dan seseorang segera dikirim ke rumah sakit terdekat untuk meminta pertolongan.
Ketika para dokter dan perawat tiba, mereka mulai memeriksa anak-anak yang terluka. Ketika dokter melihat gadis kecil itu, ia menyadari bahwa pertolongan yang paling dibutuhkan oleh gadis kecil itu secepatnya adalah darah. Ia segera melihat arsip yatim piatu untuk mengetahui apakah ada anak yang memiliki golongan darah yang sama.
Perawat yang bisa berbicara bahasa Korea mulai memanggil nama-nama anak yang memiliki golongan darah yang sama dengan gadis kecil itu. Beberapa menit kemudian, setelah terkumpul anak-anak yang memiliki golongan darah yang sama, dokter berbicara kepada kelompok anak-anak itu dan perawat menerjemahkan, “Apakah ada diantara kalian yang bersedia memberikan darahnya untuk gadis kecil ini?”
Anak-anak itu tampak ketakutan, tetapi tidak ada yang berbicara. Sekali lagi dokter itu memohon, “Tolong, apakah ada diantara kalian yang bersedia memberikan darahnya untuk teman kalian? Karena jika tidak Ia akan meninggal!”
Akhirnya ada seorang bocah laki-laki di belakan mengangkat tangannya dan perawat segera membaringkannya di ranjang untuk mempersiapkan proses transfusi darah.
Ketika perawat mengangkat lengan bocah untuk membersihkannya, bocah itu mulai gelisah.
“Tenang saja, “ kata perawat itu. “Tidak akan sakit kok.”
Lalu dokter mulai memasukkan jarum, ia mulai menangis.
“Apakah sakit?” tanya dokter itu.
Tetapi bocah itu malah menangis lebih kencang. “Aku telah menyakiti bocah ini!” kata dokter itu didalam hati dan mencoba meringankan sakit bocah itu dengan menenangkannya, tetapi tidak ada gunanya.
Setelah beberapa lama, proses transfusi telah selesai dan dokter itu minta perawat untuk bertanya kepada bocah itu. “Apakah sakit?”
Bocah itu menjawab, “Tidak, tidak sakit.”
Lalu kenapa kamu menangis?” tanya dokter itu.
“Karena aku sangat takut untuk meninggal ,” kawab bocah itu.
Dokter itu tercengang, “Kenapa kamu berpikir bahwa kamu akan meninggal?”
Dengan air mata dipipinya, bocah itu menjawab, “Karena aku kira untuk menyelamatkan dia, aku harus menyerahkan seluruh darahku…”
Dokter itu tidak bisa berkata apa-apa, kemudian dia bertanya lagi, “Lalu jika kamu pikir kamu akan meninggal, kenapa kamu bersedia untuk memberikan darahmu?”
Sambil terisak ia berkata. “Karena dia adalah sahabatku, dan aku mengasihinya….”
Anak itu tahu bahwa karena kasihnya ia harus berkorban, namun ia tetap rela mati demi menyelamatkan seorang sahabatnya.
Senin, 14 Maret 2011
Ada kegundahan tersendiri yang dirasakan seekor anak katak ketika langit tiba-tiba gelap.
“Bu, apa kita akan binasa. Kenapa langit tiba-tiba gelap?” ucap anak katak sambil merangkul erat lengan induknya. Sang ibu menyambut rangkulan itu dengan belaian lembut.“Anakku,” ucap sang induk kemudian. “Itu bukan pertanda kebinasaan kita. Justru, itu tanda baik.” jelas induk katak sambil terus membelai. Dan anak katak itu pun mulai tenang.
Namun, ketenangan itu tak berlangsung lama. Tiba-tiba angin bertiup kencang. Daun dan tangkai kering yang berserakan mulai berterbangan. Pepohonan meliuk-liuk dipermainkan angin. Lagi-lagi, suatu pemandangan menakutkan buat si katak kecil. “Ibu, itu apa lagi? Apa itu yang kita tunggu-tunggu? ” tanya si anak katak sambil bersembunyi di balik tubuh induknya.
“Anakku. Itu cuma angin,” ucap sang induk tak terpengaruh keadaan. “Itu juga pertanda kalau yang kita tunggu pasti datang!” tambahnya begitu menenangkan. Dan anak katak itu pun mulai tenang. Ia mulai menikmati tiupan angin kencang yang tampak menakutkan.
“Blarrr!!!” suara petir menyambar-nyambar. Kilatan cahaya putih pun kian menjadikan suasana begitu menakutkan. Kali ini, si anak katak tak lagi bisa bilang apa-apa. Ia bukan saja merangkul dan sembunyi di balik tubuh induknya. Tapi juga gemetar. “Buuu, aku sangat takut. Takut sekali!” ucapnya sambil terus memejamkan mata.
“Sabar, anakku!” ucapnya sambil terus membelai. “Itu cuma petir. Itu tanda ketiga kalau yang kita tunggu tak lama lagi datang! Keluarlah.
Pandangi tanda-tanda yang tampak menakutkan itu. Bersyukurlah, karena hujan tak lama lagi datang,” ungkap sang induk katak begitu tenang.
Anak katak itu mulai keluar dari balik tubuh induknya. Ia mencoba mendongak, memandangi langit yang hitam, angin yang meliuk-liukkan dahan, dan sambaran petir yang begitu menyilaukan. Tiba-tiba, ia berteriak kencang, “Ibu, hujan datang. Hujan datang! Horeeee!”
Anugerah hidup kadang tampil melalui rute yang tidak diinginkan. Ia tidak datang diiringi dengan tiupan seruling merdu. Tidak diantar oleh dayang-dayang nan rupawan. Tidak disegarkan dengan wewangian harum.
Saat itulah, tidak sedikit manusia yang akhirnya dipermainkan keadaan.Persis seperti anak katak yang takut cuma karena langit hitam, angin yang bertiup kencang, dan kilatan petir yang menyilaukan.
Padahal, itulah sebenarnya tanda-tanda hujan
Beberapa ekor lalat nampak terbang berpesta diatas sebuah tong sampah didepan sebuah rumah. Suatu ketika anak pemilik rumah keluar dan tidak menutup kembali pintu rumah kemudian nampak seekor lalat bergegas terbang memasuki rumah itu. Si lalat langsung menuju sebuah meja makan yang penuh dengan makanan lezat. “Saya bosan dengan sampah-sampah itu, ini saatnya menikmati makanan segar” katanya.
Setelah kenyang si lalat bergegas ingin keluar dan terbang menuju pintu saat dia masuk, namun ternyata pintu kaca itu telah terutup rapat. Si lalat hinggap sesaat di kaca pintu memandangi kawan-kawannya yang melambai-lambaikan tangannya seolah meminta agar dia bergabung kembali dengan mereka.
Si lalat pun terbang di sekitar kaca, sesekali melompat dan menerjang kaca itu, dengan tak kenal menyerah si lalat mencoba keluar dari pintu kaca. Lalat itu merayap mengelilingi kaca dari atas ke bawah dan dari kiri ke kanan bolak-balik demikian terus dan terus berulang-ulang. Hari makin petang si lalat itu nampak kelelahan dan kelaparan dan esok paginya nampak lalat itu terkulai lemas terkapar di lantai.
Tak jauh dari tempat itu nampak serombongan semut merah berjalan beriringan keluar dari sarangnya semutuntuk mencari makan dan ketika menjumpai lalat yang tak berdaya itu, serentak mereka mengerumuni dan beramai-ramai menggigit tubuh lalat itu hingga mati. Kawanan semut itu pun beramai-ramai mengangkut bangkai lalat yang malang itu menuju sarang mereka.
Dalam perjalanan seekor semut kecil bertanya kepada rekannya yang lebih tua, ” Ada apa dengan lalat ini Pak?, mengapa dia sekarat?”. “Oh.. itu sering terjadi, ada saja lalat yang mati sia-sia seperti ini, sebenarnya mereka ini telah berusaha, dia sungguh-sungguh telah berjuang keras berusaha keluar dari pintu kaca itu namun ketika tak juga menemukan jalan keluar, dia frustasi dan kelelahan hingga akhirnya jatuh sekarat dan menjadi menu makan malam kita”
Semut kecil itu nampak manggut-manggut, namun masih penasaran dan bertanya lagi “Aku masih tidak mengerti, bukannya lalat itu sudah berusaha keras? kenapa tidak berhasil?”. Masih sambil berjalan dan memanggul bangkai lalat, semut tua itu menjawab, “Lalat itu adalah seorang yang tak kenal menyerah dan telah mencoba berulang kali, hanya saja dia melakukannya dengan cara-cara yang sama”.
Semut tua itu memerintahkan rekan-rekannya berhenti sejenak seraya melanjutkan perkataannya namun kali ini dengan mimik & nada lebih serius. “Ingat anak muda, jika kamu melakukan sesuatu dengan cara yang sama namun mengharapkan hasil yang berbeda, maka nasib kamu akan seperti lalat ini”
Setelah kenyang si lalat bergegas ingin keluar dan terbang menuju pintu saat dia masuk, namun ternyata pintu kaca itu telah terutup rapat. Si lalat hinggap sesaat di kaca pintu memandangi kawan-kawannya yang melambai-lambaikan tangannya seolah meminta agar dia bergabung kembali dengan mereka.
Si lalat pun terbang di sekitar kaca, sesekali melompat dan menerjang kaca itu, dengan tak kenal menyerah si lalat mencoba keluar dari pintu kaca. Lalat itu merayap mengelilingi kaca dari atas ke bawah dan dari kiri ke kanan bolak-balik demikian terus dan terus berulang-ulang. Hari makin petang si lalat itu nampak kelelahan dan kelaparan dan esok paginya nampak lalat itu terkulai lemas terkapar di lantai.
Tak jauh dari tempat itu nampak serombongan semut merah berjalan beriringan keluar dari sarangnya semutuntuk mencari makan dan ketika menjumpai lalat yang tak berdaya itu, serentak mereka mengerumuni dan beramai-ramai menggigit tubuh lalat itu hingga mati. Kawanan semut itu pun beramai-ramai mengangkut bangkai lalat yang malang itu menuju sarang mereka.
Dalam perjalanan seekor semut kecil bertanya kepada rekannya yang lebih tua, ” Ada apa dengan lalat ini Pak?, mengapa dia sekarat?”. “Oh.. itu sering terjadi, ada saja lalat yang mati sia-sia seperti ini, sebenarnya mereka ini telah berusaha, dia sungguh-sungguh telah berjuang keras berusaha keluar dari pintu kaca itu namun ketika tak juga menemukan jalan keluar, dia frustasi dan kelelahan hingga akhirnya jatuh sekarat dan menjadi menu makan malam kita”
Semut kecil itu nampak manggut-manggut, namun masih penasaran dan bertanya lagi “Aku masih tidak mengerti, bukannya lalat itu sudah berusaha keras? kenapa tidak berhasil?”. Masih sambil berjalan dan memanggul bangkai lalat, semut tua itu menjawab, “Lalat itu adalah seorang yang tak kenal menyerah dan telah mencoba berulang kali, hanya saja dia melakukannya dengan cara-cara yang sama”.
Semut tua itu memerintahkan rekan-rekannya berhenti sejenak seraya melanjutkan perkataannya namun kali ini dengan mimik & nada lebih serius. “Ingat anak muda, jika kamu melakukan sesuatu dengan cara yang sama namun mengharapkan hasil yang berbeda, maka nasib kamu akan seperti lalat ini”
Langganan:
Postingan (Atom)